Minggu, 30 April 2017

Etika dan Profesionalisme TSI Tugas ke 2

Nama  : Gita Dwi Saraswati
NPM   : 13113751
Kelas   : 4KA04

1.      Jelaskan apa yang dimaksud dengan IT Forensics, IT Audit Trail, Real Time Audit
2.      Jelaskan perbedaan dari Audit “Around The Computer” dengan Audit “Through The Computer”
3.      Jelaskan Peraturan dan Regulasi mengenai Cyberlaw dan Criminal Computer Act
Serta jelaskan mengenai Cyberlaw di berbagai Negara

Jawaban
1.      IT Forensics merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan pengumpulan fakta dan bukti pelanggaran keamanan sistem informasi serta validasinya menurut metode yang digunakan (misalnya metode sebab-akibat). Fakta-fakta tersebut setelah diverifikasi akan menjadi bukti-bukti yang akan digunakan dalam proses selanjutnya.Selain itu juga diperlukan keahlian dalam bidang IT ( termasuk diantaranya hacking) dan alat bantu (tools) baik hardwaremaupun software untuk membuktikan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam bidang teknologi sistem informasi tersebut. Tujuan dari IT forensik itu sendiri adalah untuk mengamankan dan menganalisa bukti-bukti digital.

IT Audit Trail merupakan salah satu fitur dalam suatu program yang mencatat semua kegiatan yang dilakukan tiap user dalam suatu tabel log secara rinci.Audit Trail secara default akan mencatat waktu, user, data yang diakses dan berbagai jenis kegiatan. Jenis kegiatan bisa berupa menambah, merungubah dan menghapus. Audit Trail apabila diurutkan berdasarkan waktu, bisa membentuk suatu kronologis manipulasi data. Dasar ide membuat fitur Audit Trail adalah menyimpan histori tentang suatu data (dibuat, diubah atau dihapus) dan oleh siapa, serta bisa menampilkannya secara kronologis. Dengan adanya Audit Trail ini, semua kegiatan dalam program yang bersangkutan diharapkan bisa dicatat dengan baik.

Real Time Audit adalah suatu sistem untuk mengawasi kegiatan teknis dan keuangan sehingga dapat memberikan penilaian yang transparan status saat ini dari semua kegiatan dimana pun mereka berada. Ini mengkombinasikan prosedur sederhana dan logis untuk merencanakan dan melakukan dana untuk kegiatan dan “siklus proyek” pendekatan untuk memantau kegiatan yang sedang berlangsung dan penilaian termasuk cara mencegah pengeluaran yang tidak sesuai.


2.      Audit “Around The Computer”  adalah pendekatan audit dimana auditor menguji keandalan sebuah informasi yang dihasilkan oleh komputer dengan terlebih dahulu mengkalkulasikan hasil dari sebuah transaksi yang dimasukkan dalam sistem. Kemudian, kalkulasi tersebut dibandingkan dengan output yang dihasilkan oleh sistem. Apabila ternyata valid dan akurat, diasumsikan bahwa pengendalian sistem telah efektif dan sistem telah beroperasi dengan baik.

Audit “Through The Computer” adalah audit yang dilakukan untuk menguji sebuah sistem informasi dalam hal proses yang terotomasi, logika pemrograman, edit routines, dan pengendalian program. Pendekatan audit ini menganggap bahwa apabila program pem
rosesan dalam sebuah sistem informasi telah dibangun dengan baik dan telah ada edit routines dan pengecekan pemrograman yang cukup maka adanya kesalahan tidak akan terjadi tanpa terdeteksi. Jika program berjalan seperti yang direncanakan, maka semestinya output yang dihasilkan juga dapat diandalkan.

3.      Cyberlaw adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orangperorangan atau subyek hukum yang  menggunakan dan memanfaatkan tekhnologi internet yang dimulai ppada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya.
      Criminal Computer act merupakan salah satu kejahatan yang dilakukan menggunakan computer, kejahatan ini umumnya menyerang dunia nyata maupun dunia maya.

Cyberlaw di Berbagai Negara di Dunia (Mengambil Contoh Indonesia dan Amerika)

CYBER LAW NEGARA INDONESIA
Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya.  Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya.

Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.

Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia.

CYBER LAW DI NEGARA AMERIKA
Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).

Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :

Pasal 5 :
Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik

Pasal 7 :
Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.

Pasal 8 :
Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.

Pasal 9 :
Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.

Pasal 10 :
Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.

Pasal 11 :
Memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.

Pasal 12 :
Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.

Pasal 13 :
“Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”

Pasal 14 :
Mengatur mengenai transaksi otomatis.

Pasal 15 :
Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.

Pasal 16 :
Mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar